Arief S. Handoko, Direktur Utama PGN.
ANTARAsatu.com | JAKARTA - PGN memerkuat infrastruktur gas bumi nasional untuk mengatasi ketimpangan antara lokasi pasokan dan permintaan gas. Ketimpangan itu menjadi hambatan utama kinerja distribusi gas ke wilayah konsumsi padat seperti Sumatera dan Jawa bagian barat.
Arief S. Handoko, Direktur Utama PGN, menyebut infrastruktur sebagai kunci utama distribusi gas yang efisien.
"Berkaca dengan kondisi saat ini, permintaan gas bumi di wilayah Sumatera dan Jawa bagian barat sangat tinggi, namun masih terdapat kekurangan infrastruktur gas bumi yang memadai. Sementara itu, pasokan gas justru berlebih di wilayah Jawa Timur," ujarnya dalam diskusi Coffee Morning bersama CNBC Indonesia, Kamis (17/7).
PGN melihat mismatch antara lokasi produksi dan konsumsi gas sebagai tantangan jangka panjang yang harus segera diatasi. Strategi pengembangan infrastruktur gas dan penguatan jalur distribusi kini jadi prioritas utama.
Kurnia Chairi, Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, menyebut kondisi kelebihan gas secara nasional tidak berarti tanpa distribusi yang tepat.
"Secara overall dari keseluruhan supply kita tidak defisit karena kita ekspor, artinya memang kita kelebihan gas. Cuma memang seperti yang disampaikan Pak Arief, tadi ada lokasi tertentu di mana buyer kita berkumpul di sana dan tidak match dengan sumber pasokannya," papar Kurnia.
PGN kini menggunakan LNG sebagai salah satu solusi penghubung pasokan dan permintaan gas. Wilayah yang kekurangan pasokan bisa diisi melalui pasokan LNG domestik secara bertahap.
Arief menegaskan kontinuitas pasokan LNG agar bisa dioptimalkan untuk pelanggan dalam negeri menjadi aspek yang sangat penting.
"Tantangan selanjutnya adalah bagaimana PGN dapat memperoleh pasokan LNG secara kontinu dan sustain, dengan harga yang tetap kompetitif bagi pelanggan," tambahnya.
Namun transisi dari gas pipa ke LNG turut membawa tantangan baru pada sisi harga dan infrastruktur. Aris Mulya Azof, Ketua Indonesian Gas Society, menyebut kebijakan terintegrasi pemerintah diperlukan agar pergeseran ini tetap efisien.
Perpindahan ke LNG memunculkan struktur biaya yang mengacu pada harga internasional. Selain itu, pembangunan infrastruktur LNG membutuhkan skema investasi dan kebijakan yang terarah.
Saat ini PGN sedang membangun sejumlah proyek strategis yang mencakup pipa dan fasilitas LNG. Proyek itu termasuk Pipa Tegal–Cilacap, Terminal LNG Arun dan revitalisasi FSRU serta tangki penyimpanan.
Sebanyak 67% dari total capex PGN dialokasikan untuk proyek-proyek penguatan infrastruktur. PGN menargetkan terciptanya distribusi gas yang lebih merata dan bisa menjangkau wilayah dengan permintaan tinggi.
Arief menyampaikan empat faktor utama yang menjadi fokus strategi PGN. Yakni availability, accessibility, affordability dan sustainability. Keempat faktor itu menjadi dasar dari transformasi sistem distribusi gas nasional.
Dalam kerangka strategi G-A-S (Grow–Adapt–Step Out), PGN ingin meningkatkan konektivitas gas sekaligus mendorong pertumbuhan akses energi bersih. Komitmen pemerintah dalam memberi stimulus kebijakan sangat dibutuhkan agar harga LNG tetap terjangkau.
"Dengan dukungan pemerintah, PGN siap menjangkau penyaluran energi bersih ke seluruh Wilayah Indonesia," pungkasnya.