![]() |
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers APBN KiTa di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (17/6/2025) |
Jumlah tersebut meningkat hingga 164% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya mencapai Rp 132,2 triliun.
Kenaikan utang ini terjadi di tengah komitmen pemerintah untuk menjaga kesehatan fiskal, dan menunjukkan tekanan pembiayaan APBN yang semakin besar sejak awal tahun.
Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono memaparkan jumlah pembiayaan anggaran yang telah direalisasikan sampai akhir Mei 2025 mencapai Rp 324,8 triliun atau setara dengan 52,7% dari target APBN 2025 sebesar Rp 616,2 triliun.
“Breakdown-nya adalah pembiayaan utang sebesar Rp 349,3 triliun dan pembiayaan non-utang minus Rp24,5 triliun. Artinya, kita berinvestasi ke hal-hal khusus,” kata Thomas dalam konferensi pers APBN KiTa di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Thomas menegaskan pembiayaan non-utang yang mencatat nilai minus Rp 24,5 triliun, berarti pemerintah mengalokasikan dananya untuk investasi khusus, bukan untuk menambah utang.
“Ini pembiayaan non-utang saya rasa perlu digarisbawahi tidak menambah utang,” ujarnya.
Menurutnya, strategi pembiayaan utang tahun ini dijalankan secara hati-hati, fleksibel, dan mempertimbangkan berbagai aspek seperti waktu, instrumen, dan komposisi mata uang.
“Strategi pembiayaan kita dijalankan secara fleksibel, terukur, mencakup aspek waktu, instrumen, dan komposisi mata uang. Didukung oleh pelaksanaan prefunding, penguatan cash buffer, serta manajemen kas dan hutang yang sustainable atau berkelanjutan,” ujar Thomas.
Menanggapi kondisi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan APBN tetap menjalankan tugas pentingnya, meski dalam tekanan global yang meningkat. Ia menyoroti pentingnya menjaga desain defisit dan keseimbangan primer.
“Indonesia tetap bisa menjaga stabilitas ekonomi dan juga menjaga stabilitas kebijakan fiskalnya yang responsif dan adaptif namun tetap terjaga dari sisi kesehatan APBN-nya sendiri,” kata Sri Mulyani.
“APBN dengan keseimbangan primer yang surplus dan dari sisi total keseimbangan primer bulan Mei bahkan lebih tinggi dari bulan April Rp 192,1 triliun dibandingkan surplus keseimbangan primer bulan April yang Rp 173 triliun, menggambarkan APBN kita masih tetap mengikuti desain yang ada di dalam Undang-Undang 62 Tahun 2024, yaitu trajectori APBN yang didesain dengan defisit 2,53%,” lanjutnya.
Meski demikian, pembengkakan pembiayaan utang dalam waktu singkat menimbulkan tanda tanya mengenai ruang fiskal pemerintah ke depan, terutama apabila tekanan global makin berat dan pertumbuhan penerimaan negara melambat akibat perlambatan ekonomi.
Pemerintah menyatakan akan terus menjaga keseimbangan antara kebutuhan pembiayaan dan prinsip kehati-hatian. Namun, lonjakan utang dalam waktu singkat menunjukkan tantangan berat fiskal tahun ini.