google.com, pub-7586912727531913, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Sugiat Akan Rekomendasi Perselisihan Antara Masyarakat dengan TPL ke Pansus Agraria

Advertisement

Sugiat Akan Rekomendasi Perselisihan Antara Masyarakat dengan TPL ke Pansus Agraria

Editor: Dyan Putra
03 Oktober 2025

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, H. Sugiat Santoso, (tengah mengenakan peci) usai menggelar reses di Grand Aston Hotel Medan, Jumat (3/10/2025).
ANTARAsatu.com | MEDAN - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, H. Sugiat Santoso menegaskan akan merekomendasikan perselisihan antara masyarakat dengan karyawan dan petugas keamanan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara, pada 22 September 2025 lalu, ke Panitia Khusus (Pansus) Agraria.

Hal itu dikatakan Sugiat Santoso, saat reses sekaligus rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi XIII DPR RI dengan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM), terkait persoalan perselisihan masyarakat yang menuntut tanah adat, dilahan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) TPL di wilayah Kabupaten Simalungun, bertempat Grand Aston Hotel Medan, Jumat (3/10/2025).

Menurut Sugiat perselisihan yang terjadi merupakan bagian dari sengketa lahan yang telah berlangsung puluhan tahun.

"Perselisihan yang terjadi antara masyarakat dengan PT TPL seperti di Desa Sihaporas tidak boleh terulang kembali," tegas Sugiat.

Sugiat menambahkan dampak perselisihan yang menimbulkan korban luka-luka harus diusut tuntas seadil-adilnya. Portal-portal yang menghambat masyarakat menuju akses pertanian harus kembali dibuka.

"Penyelesaian sengketa harus non diskriminatif, tanpa kekerasan, dan melibatkan semua pihak terkait," pinta Sugiat.

Komisi XIII DPR RI menyampaikan bahwa perusahaan tetap harus menghormati HAM, tetapi juga perlu solusi untuk menjaga investasi.

Untuk itu Komisi XIII DPR RI bakal merekomendasikan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

Mereka juga menekankan perlunya data konsesi yang jelas, dengan melibatkan Bupati, serta penghentian kekerasan. Begitu juga seruan keras agar kasus ini segera ditangani dengan TGPF dan pansus agraria.

Komisi XIII DPR RI berkomitmen untuk menindaklanjuti melalui pansus agraria, agar penyelesaian perselisihan menyeluruh dan berkelanjutan.

Menyikapi persoalan itu pihak perusahaan PT Toba Pulp Lestari Tbk, (TPL) diwakili Direktur TPL Jandres Silalahi, menjelaskan riwayat konsesi sejak 1992 seluas 269.060 ha, kini 167.912 ha dengan 9 kali adendum.

Jandres Silalahi mengatakan TPL hanya mengelola 29% areal, sisanya tetap hutan. Pihak perusahaan mengakui perselisihan baru muncul setelah 2016 saat kebijakan Perhutanan Sosial.

"15.500 ha masih dalam klaim konflik, namun perusahaan terbuka untuk kemitraan," jelasnya.

Terkait tudingan TPL perusak hutan dan pelanggan HAM, Jandres Silalahi secara tegas mengatakan TPL menolak tuduhan perusakan hutan dan pelanggaran HAM, dan menyebut operasi selalu sesuai regulasi.

"Dampak insiden 22 September 2025: FSC suspended, ekspor terganggu, bahkan karyawan juga menjadi korban", tegas Jandres Silalahi.

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia menyatakan sudah ada 31 titik tuntutan masyarakat adat yang masuk dalam data mereka, termasuk irisan tuntutan 17.250 ha lahan di wilayah HTI TPL.

Komnas HAM menegaskan tidak boleh ada kekerasan, dan meminta penyelidikan mendalam kepolisian, serta perlunya Peraturan Daerah (Perda) mengenai Tanah Adat lintas Kabupaten.

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengatakan kewajiban perusahaan menghormati HAM (mengacu UNGP) dan selanjutnya akan mengidentifikasi ulang luasan dan administrasi, mendorong pansus agraria, serta mengupayakan dialog terbuka.

Sedangkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menyatakan siap memberikan perlindungan jika ada permohonan, bahkan sudah melakukan audiensi dengan pihak terkait. ***