Ilustrasi.
ANTARAsatu.com | MEDAN - Kenaikan konsumsi daging ayam dalam program Makan Bergizi (MBG) diproyeksikan akan diikuti oleh meningkatnya kebutuhan pangan lainnya, termasuk telur ayam. Kenaikan ini dikhawatirkan mendorong harga telur naik tajam pada Oktober.
Produksi daging ayam sendiri diproyeksikan naik sekitar 45% bulan ini. Kenaikan konsumsi tersebut sejalan dengan meningkatnya kebutuhan lauk hewani selama pelaksanaan MBG di berbagai daerah.
Namun, karakteristik pasokan telur berbeda dibanding daging ayam.
"Daging ayam bisa diproduksi dalam waktu 25 hari, sementara produksi telur membutuhkan perencanaan hingga 18 minggu," kata Gunawan Benjamin, Ekonom Universitas Islam Sumatera Utara, di Medan, Senin (6/10).
Ia menjelaskan, 18 minggu tersebut merupakan estimasi untuk kandang yang sudah siap pakai. Jika sarana pendukung produksi seperti kandang dan peralatan belum tersedia, maka waktu yang dibutuhkan bisa lebih panjang lagi.
Kondisi ini dinilai akan membuat pasokan telur sulit ditingkatkan dalam waktu singkat. Menurutnya, lonjakan konsumsi telur di tengah pasokan terbatas berpotensi memicu inflasi pangan.
Saat ini harga telur berada di kisaran Rp1.400–Rp2.100 per butir.
"Kenaikan harga memang menguntungkan peternak, tapi bisa menimbulkan kegaduhan karena dorong inflasi," ujarnya.
Meski begitu, ia memahami bahwa pelaksana MBG masih memiliki alternatif bahan pangan lain sebagai sumber lauk pengganti. Namun, perencanaan konsumsi dan produksi yang matang tetap diperlukan agar kebijakan MBG tidak menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat.
Selain itu, ia menyarankan agar pemerintah melakukan sosialisasi ke peternak sebelum program MBG dijalankan secara penuh. Sosialisasi ini penting agar pelaku usaha di rantai pasok dapat menyesuaikan kapasitas produksi dengan kebutuhan nasional.
"Kalau masalah utama selesai, pelaku usaha di rantai pasok akan lebih mudah diarahkan," ujarnya.
Pemerintah juga perlu menuntaskan isu mendasar seperti dugaan kasus keracunan atau kendala distribusi yang dinilai masih mengganjal keberlangsungan MBG. Setelah hambatan tersebut terselesaikan, ia optimistis masyarakat maupun pelaku usaha akan lebih menerima kebijakan tersebut secara positif.