Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan Februanto mengecek kesiapan salah satu SPPG MBG di Kabupaten Serdangbedagai, Kamis (13/11).
ANTARAsatu.com | MEDAN - Polri akan menerapkan sistem pengawasan terpadu untuk mencegah kasus keracunan makanan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kebijakan ini disusun karena insiden keracunan siswa dinilai kerap berulang dan dianggap meresahkan.
Kasus keracunan makanan pada siswa penerima MBG sering terjadi di sejumlah daerah di Sumut. Frekuensi insiden itu menjadi alasan utama penyusunan sistem pengawasan terpadu yang melibatkan berbagai lembaga.
Sistem pengawasan terpadu dirancang Kepala Biddokkes Polda Sumut Kombes Mardi Sudarman dengan melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi Sumut dan Badan Gizi Nasional. Seluruh proses pengawasan dijelaskan akan dipusatkan di Command Centre Polda Sumut.
"Kami sedang menyiapkan sistem pengawasan terpadu yang melibatkan Polda, Dinas Kesehatan Provinsi dan Badan Gizi Nasional," ungkap Kombes Mardi Sudarman, di Medan, Selasa (18/11).
Kombes Mardi menjelaskan, pengawasan akan mencakup seluruh rantai pasok MBG dari bahan baku hingga distribusi. Alur tersebut akan dipantau secara serentak melalui satu sistem terintegrasi.
Bahan baku program MBG akan diawasi sejak proses penerimaan dan penyimpanannya. Pengawasan tahap awal itu dinilai menjadi titik paling rawan kontaminasi apabila tidak dikontrol ketat.
Tahap distribusi makanan juga menjadi fokus pengawasan terpadu. Alur pengiriman makanan rawan bermasalah bila suhu, kebersihan wadah, atau ketepatan waktu tidak terpenuhi.
Tiga lembaga pengampu kesehatan dan gizi akan terlibat langsung dalam memantau rantai pasok MBG. Kolaborasi ini diharapkan bisa meminimalkan bahkan memitigasi sepenuhnya potensi keracunan.
Koordinasi awal antara Biddokkes, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Korwil BGN Sumut menurut dia telah dilakukan sejak pekan lalu. Penyelarasan itu menjadi fondasi pembentukan sistem pengawasan terpadu.
Sejumlah kendala lapangan, kata dia, masih teridentifikasi dalam temuan awal tim pengawas. Risiko kontaminasi meningkat karena standar dapur penyedia MBG belum seragam di berbagai wilayah.
Pengawasan distribusi juga dinilai masih lemah karena pengaturan suhu makanan dan kebersihan wadah belum memenuhi standar. Persoalan teknis itu terjadi berulang karena tidak semua penyedia pangan mendapat pelatihan memadai.
Literasi pengelola pangan MBG dan tenaga SPPG masih terbatas dalam memahami standar teknis. Kondisi ini menurut dia memperbesar peluang terjadinya keracunan makanan pada siswa.
Biddokkes Polda Sumut, lanjutnya, mengambil peran mengawasi seluruh tahapan dari bahan baku hingga observasi dampak. Keterlibatan penuh itu menjadi langkah mitigasi menyeluruh.
Sistem pengawasan ini nantinya juga memanfaatkan teknologi seperti CCTV real-time, daftar uji pangan digital dan kanal aduan masyarakat. Sistem ini pun diyakini akan mempercepat respons terhadap laporan dugaan keracunan.
Selain pengawasan teknis, Polda Sumut juga menyiapkan program edukasi bagi siswa penerima manfaat MBG. Program tersebut menekankan kebiasaan dasar, seperti mencuci tangan dan menjaga kebersihan alat makan.
Pelatihan kebersihan bagi siswa dilakukan sebagai upaya preventif di luar dapur penyedia. Kebiasaan hidup bersih itu menjadi bagian penting untuk menjaga keamanan pangan.
Polda Sumut berharap sistem pengawasan terpadu ini mampu meneka kasus keracunan dalam program MBG secara signifikan. Upaya pencegahan itu penting agar anak-anak dapat mengonsumsi makanan bergizi secara aman.
