Oleh: Winda Raya, S.Pd, GrIlustrasi Liquid Vape
(Aktivis Muslimah)
Di pusat Kota Medan yang tak pernah sepi, penuh dengan hiruk-pikuk kehidupan, ada bayangan yang terus mengintai 'Narkoba'. Ia menyusup di antara celah-celah kehidupan, menyelinap ke dalam gang sempit, menembus tembok apartemen mewah, bahkan menyentuh meja-meja belajar.
Kisah ini bukan sekadar tentang pecandu yang terpuruk, melainkan tentang jejaring gelap yang rumit, para penyelundup yang cerdik, dan keluarga-keluarga yang setiap hari bergulat dengan ketakutan kehilangan orang tercinta dan kehilangan masa depan.
Kasus terbaru mengungkap betapa seriusnya ancaman ini. Dilansir dari Kompas.com pada 2 Juli 2025, sebuah apartemen mewah di kawasan Kesawan, Kecamatan Medan Barat, digerebek polisi.
Dari penggerebekan itu terungkap produksi dan distribusi vape mengandung narkoba dengan nilai jual mencapai Rp 300 miliar. Setelah diperiksa, kandungan dalam vape tersebut ternyata lebih berbahaya dari narkoba golongan satu.
Direktur Reserse Narkoba Polda Sumut, Kombes Pol Jean Calvijn Simanjuntak, menyebutkan bahwa vape itu mengandung zat Epilot, narkotika golongan I, yang dicampur dua jenis zat NPS. Kombinasi ini menimbulkan efek halusinogen dan antidepresan.
Polisi telah menangkap dua pelaku berinisial JH dan AS, sementara dua pengendali lainnya masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
Lebih mengejutkan lagi, distribusi dilakukan menggunakan jasa transportasi online, dengan omzet harian Rp 1,5 miliar.
Para pelaku telah berhasil mengirimkan barang haram ini sebanyak empat kali, dan pada upaya kelima dan keenam, aksi mereka berhasil digagalkan. Setiap pengiriman memuat sekitar 300 cartridge, dengan harga per cartridge Rp 5 juta.
Fenomena ini makin menambah keresahan masyarakat terhadap vape dan rokok elektrik yang beberapa tahun terakhir penggunaannya meningkat tajam.
Meski BPOM dan Kementerian Kesehatan telah melarang penggunaannya, peredaran tetap terjadi. Hal ini tak lepas dari kandungan zat kimia berbahaya seperti nikotin, akrolein, diasetil, hingga logam berat seperti nikel dan timah yang ada dalam cairan vape.
Cairan tersebut terdiri dari propilen glikol, vegetable glycerin, nikotin, dan perasa. Di sinilah celah terbuka: cairan tersebut bisa dengan mudah ditambahkan zat narkotika.
Penggunaan nikotin saja sudah cukup untuk membuat penggunanya ketergantungan, apalagi jika dicampur narkoba golongan satu—dampaknya jauh lebih buruk, baik secara fisik maupun mental.
Peredaran zat terlarang ini makin mudah karena vape menjadi medium baru yang sulit dideteksi. Liquid vape terlihat seperti cairan biasa, dengan kemasan menarik, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan. Berbeda dengan sabu atau pil ekstasi yang bentuknya khas, vape justru menyamarkan zat narkoba dalam kemasan "legal".
Fakta bahwa produksi dilakukan secara terselubung di pabrik rumahan menunjukkan bahwa kegiatan ini tidak memerlukan fasilitas besar, serta bisa disamarkan di lingkungan padat penduduk. Hal ini menyulitkan pelacakan oleh aparat penegak hukum.
Masalahnya makin parah karena regulasi pengawasan sangat lemah. Industri vape tumbuh pesat, namun aturan yang mengatur peredaran liquid-nya, terutama terhadap potensi penyalahgunaan zat berbahaya belum komprehensif.
Tak hanya itu, standar dan kontrol kualitas produksi maupun distribusi juga sangat longgar, sehingga pihak tak bertanggung jawab bisa mencampurkan zat terlarang tanpa terdeteksi.
Ironisnya, pasar utama dari produk ini adalah remaja dan anak muda. Mereka adalah generasi yang sedang mencari identitas diri, mudah terbawa arus tren, dan kurang menyadari bahaya yang mengintai. Ketika mereka tergoda mencoba, jerat ketergantungan mulai bekerja.
Semua ini terjadi dalam sistem yang menjadikan keuntungan sebagai ukuran utama. Sistem kapitalis-sekuler tidak menjadikan keselamatan dan perlindungan rakyat, terutama generasi muda sebagai prioritas. Yang penting adalah bagaimana roda industri terus berputar, meskipun harus mengorbankan masa depan bangsa.
Padahal, dalam Islam, setiap individu wajib menjaga tubuh dan akalnya. Merokok, baik tembakau maupun vape, dilarang karena merusak fisik dan menimbulkan ketergantungan mental.
Menjaga kesehatan adalah bagian dari ketaatan kepada Allah. Tubuh yang sehat adalah modal utama untuk beribadah dan menjalankan amanah sebagai hamba dan khalifah di muka bumi.
Berbeda dengan sistem kapitalisme yang hanya membatasi aktivitas berdasarkan untung-rugi materi, sistem pemerintahan Islam akan mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat berdasarkan syariah. Negara akan hadir sebagai pelindung umat, tidak memberi ruang sedikit pun bagi peredaran narkoba dan rokok yang membahayakan jiwa.
Di bawah naungan Islam, peredaran narkoba akan dikontrol ketat, pelaku akan dihukum tegas, dan masyarakat, terutama remaja akan dibentengi dengan sistem pendidikan, lingkungan, dan media yang membangun kesadaran dan ketakwaan.
Wallahualam Bissawab.