![]() |
Juru bicara KPK Budi Prasetyo |
Salah satu fokus utama penyidikan saat ini adalah mengungkap sosok yang diduga memberikan perintah kepada eks Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (TOP) untuk menerima suap.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, tim penyidik saat ini masih mengembangkan informasi yang diperoleh dari para saksi dan tersangka.
“Semuanya masih didalami dari informasi dan keterangan yang disampaikan para saksi, termasuk juga tersangka yang dilakukan pemeriksaan oleh penyidik,” ujar Budi saat dikonfirmasi wartawan dari Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Pergeseran Anggaran Proyek Diduga Menjadi Pintu Masuk Praktek Rasuah
Selain menelusuri aktor di balik perintah suap, penyidik KPK juga tengah menelaah alur pergeseran anggaran proyek yang diduga menjadi pintu masuk praktik rasuah ini. Salah satu saksi yang dipanggil berasal dari Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Sumatera Utara.
“KPK juga telah memanggil salah satu saksi, yaitu dari Setda Provinsi, dan didalami terkait dengan anggaran, khususnya pergeseran anggaran yang digunakan untuk pengerjaan proyek tersebut,” ungkap Budi.
KPK memastikan akan menyampaikan perkembangan penyidikan kepada publik setelah seluruh informasi terkumpul secara utuh.
Berawal dari OTT KPK di Sumut di Dua Klaster Proyek Jalan
Diketahui kasus ini mencuat setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 26 Juni 2025 lalu, yang berkaitan dengan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumatera Utara dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
Kemudian dua hari berselang, tepatnya 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka, yang terbagi dalam dua klaster, yaitu :
1. Proyek Dinas PUPR Sumut
• Mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Puta Ginting (TOP)
• Kepala UPTD Gunung Tua sekaligus pejabat pembuat komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES)
2. Proyek Satker PJN Wilayah I Sumut
• Pejabat Pembuat Komitmen di Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto (HEL)
Sementara itu, dari pihak pemberi suap, yaitu Dirut PT Dalihan Natolu Group, M Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora, M Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Nilai Proyek Capai Rp 231,8 Miliar
Total proyek yang diduga dikorupsi mencapai enam paket pekerjaan dengan nilai sekitar Rp 231,8 miliar. Empat proyek berada di bawah Dinas PUPR Sumut, sementara dua lainnya berada di Satker PJN Wilayah I Sumut.
KPK menduga, M Akhirun Efendi dan M Rayhan Dulasmi Piliang berperan sebagai pemberi suap, sementara Topan Ginting, Rasuli Efendi, dan Heliyanto menjadi pihak penerima dalam dua klaster tersebut.
Penyidikan Berlanjut, Dugaan Aktor Lain Menguat
Penyidikan masih berlangsung dan belum menutup kemungkinan adanya aktor lain yang lebih tinggi jabatannya turut terlibat dalam kasus ini, termasuk pemberi instruksi langsung kepada Topan Ginting untuk menerima suap. KPK menegaskan akan menuntaskan proses penyelidikan secara menyeluruh dan transparan kepada publik.