Oleh: Retno Purwaningtias, S. IP
(Pegiat Literasi)
“Jika engkau memberi seekor ikan kepada seseorang, engkau hanya memberinya makan sehari. Tetapi jika engkau mengajarkan cara menangkap ikan, engkau memberinya makan seumur hidup.”Ketua PKK Kota Medan Ny Airin Rico Waas, saat mengunjungi UP2K Medan Marelan
Pepatah Tiongkok ini sudah sering kita dengar. Memang terasa cocok bila dikaitkan dengan program pemberdayaan keluarga yang belakangan ramai disuarakan pemerintah bersama PKK, yaitu Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K). Harapannya sederhana tapi besar, yaitu keluarga-keluarga kecil bisa mandiri, berdaya, dan tak lagi bergantung pada uluran tangan.
Beberapa waktu lalu, Kecamatan Medan Marelan sempat ramai karena kedatangan Tim Monitoring PKK Provinsi Sumatera Utara. Acara diadakan di Kelurahan Rengas Pulau. Ada peninjauan lapangan, obrolan dengan para kader, juga arahan agar UP2K bisa lebih berkelanjutan.
Foto-foto kegiatannya dipublikasikan lewat akun resmi Instagram Kecamatan Medan Marelan pada 10 September 2025. Dari sana, tampak wajah-wajah antusias dan dukungan yang terasa hangat.
Pertanyaannya, apakah semua ini benar-benar akan mengubah kondisi ekonomi keluarga di Marelan? Atau jangan-jangan hanya berhenti di seremonial, manis di kamera tapi tak menyentuh masalah sebenarnya?
UP2K jelas memberi manfaat, karena ada bimbingan, ada pelatihan, ada sedikit modal usaha. Namun coba realistis, semua itu sifatnya terbatas. Program ini tidak menembus akar masalah kemiskinan karena fondasi ekonomi negara masih kapitalistik, rakyat kecil tetap dipaksa bertarung sendirian dengan mekanisme pasar.
Dalam sistem seperti ini, yang bermodal besar akan melaju kencang. Sebaliknya, keluarga yang pas-pasan hanya bisa jalan tertatih. Usaha rumah tangga sering sekadar bertahan hidup, sulit berkembang. Jurang kesenjangan makin terbuka lebar. Bantuan modal pun pada akhirnya mirip tetesan air di tengah samudera, ada, tapi cepat hilang.
Realitas di lapangan menunjukkan hal yang sama. Banyak pelaku UP2K kewalahan menjaga usaha mereka tetap berjalan. Modal yang kecil cepat habis untuk kebutuhan sehari-hari, sementara pasar tetap dikuasai pemain besar. Akibatnya, usaha yang baru tumbuh gampang sekali layu.
Bank Dunia pada 2022 pernah mencatat, banyak UMKM di Indonesia tidak benar-benar berkembang, melainkan hanya mampu bertahan hidup. Modal yang seharusnya bisa dipakai menambah barang dagangan atau memperluas usaha, sering kali habis untuk biaya dapur sehari-hari.
Gambaran ini menunjukkan rapuhnya ekonomi rakyat kecil. Apalagi pasar masih dikuasai oleh pemain besar dengan modal kuat, sementara pelaku usaha kecil harus berjuang sendirian tanpa dukungan nyata dari negara. Akhirnya, tak sedikit usaha rakyat, termasuk UP2K yang berjalan di tempat, bahkan berhenti sebelum sempat tumbuh.
Yang lebih ironis, program semacam ini kadang lebih menekankan pencitraan ketimbang hasil nyata. Ada monitoring, ada laporan rapi, pejabat turun tangan. Semua terlihat bagus di atas kertas. Tetapi nasib keluarga miskin nyaris tak bergeser. Jadi, bukan teknisnya yang salah, melainkan sistemnya yang memang pincang sejak awal.
Islam memandang persoalan ini dari sisi berbeda. Pemenuhan kebutuhan pokok tidak boleh dilempar ke pundak individu atau diserahkan sepenuhnya pada pasar. Itu tugas negara. Negara wajib membuka lapangan kerja, menjamin para ayah bisa menafkahi keluarganya, dan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan seluruh rakyat. Dengan begitu, distribusi kekayaan berjalan adil, dan keluarga tidak lagi sekadar bertahan hidup.
Allah Swt. berfirman: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah [2]: 233).
Ayat ini menegaskan bahwa nafkah adalah kewajiban seorang ayah. Tapi kewajiban itu sulit ditunaikan bila negara tidak membuka jalan bagi setiap kepala keluarga untuk bekerja layak. Maka, tanggung jawab negara tidak berhenti pada bantuan sementara, melainkan memastikan warganya punya akses nyata pada pekerjaan dan penghasilan yang cukup.
Jika pengelolaan berjalan adil, keluarga tidak perlu lagi berharap pada bantuan modal kecil yang sewaktu-waktu bisa berhenti. Mereka punya jaminan hidup yang lebih pasti.
Lalu, kembali ke pertanyaan awal, akankah UP2K di Medan Marelan benar-benar jadi solusi permasalahan ekonomi? Atau hanya janji manis yang indah di bibir dan di kamera?
Selama akar masalah ekonomi tidak disentuh, program semacam ini hanya akan jadi tempelan belaka. Islam, dengan sistemnya, hadir menawarkan jalan keluar yang menutup celah eksploitasi pasar dan memastikan hak setiap keluarga betul-betul terpenuhi.
Wallahualam bissawab.