Salah satu kilang beras di Kabupaten Deliserdang, Sumut.
ANTARAsatu.com | MEDAN - Produksi beras Sumatra Utara berpotensi mengalami defisit sekitar 30.000 ton pada Januari 2026 akibat bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah sentra pangan. Bencana tersebut terutama memukul kawasan Tapanuli dan Langkat, yang selama ini menjadi penopang utama produksi beras di Sumut.
"Sumut akan membutuhkan tambahan sekitar 30 ribu ton beras pada Januari 2026," ungkap Ekonom Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Gunawan Benjamin, di Medan, Selasa (16/12).
Dia menjelaskan, bencana banjir dan longsor yang terjadi di kawasan Tapanuli serta Langkat menyebabkan penurunan kapasitas produksi beras di sejumlah wilayah. Selain kedua daerah tersebut, wilayah lain seperti Deliserdang, Batubara, hingga Serdangbedagai juga terdampak banjir pada periode sebelumnya.
Deliserdang, Batubara dan Serdangbedagai merupakan lumbung pangan Sumut untuk komoditas beras dan cabai. Oleh karena itu, pendataan ulang luas lahan tanaman yang masih bisa diselamatkan menjadi langkah penting untuk memetakan potensi pasokan ke depan.
Jika hanya mengacu pada wilayah Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan, ketiga daerah ini pada 2024 menyumbang pasokan beras sekitar 269 ribu hingga 285 ribu ton untuk Sumut. Apabila lahan sawah di wilayah tersebut mengalami gangguan serius dan sulit dipulihkan setidaknya hingga satu tahun ke depan, Sumut diperkirakan membutuhkan tambahan pasokan beras minimal 269 ribu ton.
"Jumlah itu setara dengan total pasokan beras yang disediakan Bulog Sumut sepanjang 2024," ujar Gunawan.
Sementara itu, produksi beras Kabupaten Langkat pada 2024 berada di kisaran 49 ribu hingga 52 ribu ton. Wilayah Tanjung Pura, Besitang, Pangkalan Brandan, hingga Pangkalan Susu menjadi kawasan yang paling terdampak bencana.
Adapun salah satu sentra produksi padi di Kecamatan Hinai masih relatif dapat diselamatkan pascabanjir. Untuk kebutuhan jangka pendek hingga kuartal pertama 2026, Gunawan memperkirakan Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan berpotensi kehilangan produksi beras sekitar 122 ribu hingga 130 ribu ton.
Namun kondisi tersebut dinilai belum menjadi ancaman serius bagi kenaikan harga beras pada kuartal pertama 2026. Hal itu karena produksi dari Simalungun, Deliserdang dan Serdangbedagai diperkirakan meningkat seiring panen raya.
Meski demikian, Gunawan menilai pemerintah tetap perlu mendata secara rinci kerusakan tanaman akibat banjir di sentra-sentra produksi beras. Kabupaten Langkat berpeluang mengalami gangguan produksi gabah sekitar 43.500 ton pada kuartal pertama 2026, diikuti potensi gangguan di Deliserdang dan Serdangbedagai.
"Bulog sebaiknya mulai mengantisipasi kondisi ini dengan menambah cadangan beras untuk kebutuhan kuartal kedua 2026," imbuhnya.
Dengan asumsi produksi di wilayah Tapanuli Utara, Tengah dan Selatan diabaikan sementara, serta produksi di Langkat, Deliserdang, dan Serdangbedagai berjalan normal, Gunawan memperkirakan Sumut akan membutuhkan tambahan sekitar 30 ribu ton beras pada Januari 2026.
"Kebutuhan beras akan meningkat lebih besar pada Mei hingga menjelang musim panen pada September 2026," ujarnya.
Skenario tersebut kata dia merupakan proyeksi paling optimistis. Jika lahan sawah di Tapanuli dan Langkat dapat dipulihkan lebih cepat pada kuartal pertama 2026 dan produksi di Deliserdang serta Serdangbedagai tidak terganggu secara signifikan, maka tambahan pasokan beras diperkirakan baru akan terlihat pada akhir kuartal kedua atau kuartal ketiga 2026.
