Penulis: Sari Ramadani, S.Pd (Aktivis Muslimah)
![]() |
Ilustrasi |
Seperti halnya peristiwa pelemparan mobil Irham Buana Nasution saat kunjungan kerja di Medan Belawan tidak bisa dianggap sebagai tindak kriminal secara acak. Hal ini mencerminkan potret nyata rapuhnya sistem keamanan dalam tata kelola negara hari ini, khususnya di bawah sistem demokrasi sekuler yang diterapkan. Negara yang seharusnya menjadi pelindung justru kehilangan peran dasarnya, keamanan adalah janji kosong yang sulit diwujudkan.
Sebagaimana diberitakan, Irham Buana yang merupakan anggota DPRD Sumut dari Fraksi Golkar, mengalami teror ketika menjalankan kunjungan kerja ke daerah pemilihannya.
Mobil pribadi yang ditumpanginya dilempari dua orang tidak dikenal yang berboncengan menggunakan motor tanpa pelat nomor dan mengenakan helm yang menutupi wajah. Kaca mobil pecah, dan pelaku langsung kabur.
Peristiwa ini terjadi sesaat setelah ia menunaikan salat dan melanjutkan perjalanannya menuju Medan Labuhan. Irham, yang juga mantan Direktur LBH Medan, segera melaporkan kejadian tersebut ke Polda Sumut dan menyebutnya sebagai preseden buruk bagi keamanan publik (liputan6.com, 10/07/2025).
Namun, insiden ini bukanlah satu-satunya. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa lemahnya sistem keamanan bukan disebabkan oleh ketidaksengajaan, melainkan hasil dari sistem kehidupan yang cacat.
Persoalannya bukan sekadar siapa pelaku atau seberapa cepat aparat bertindak, melainkan terletak pada fondasi sistem itu sendiri. Demokrasi sekuler gagal menjamin rasa aman yang menyeluruh. Di bawah sistem ini pula, kekuasaan dipenuhi oleh kepentingan kelompok, bukan amanah terhadap rakyat. Akibatnya, fungsi perlindungan negara kepada warganya melemah dan sering kali diabaikan.
Dalam demokrasi, aparat hukum tidak jarang bekerja di bawah tekanan politik, kepentingan elite, atau birokrasi. Ketika tindakan kriminal pun harus menunggu reaksi politik atau viral nya pemberitaan, maka keadilan menjadi sesuatu yang amat mahal.
Parahnya lagi, anggota legislatif yang secara posisi berada dalam struktur negara pun bisa menjadi korban. Inilah bukti bahwa sistem ini telah gagal melindungi bahkan orang-orang di dalamnya.
Di sisi lain, kewenangan para anggota dewan pun terbatas. Meski mereka turun dan menyuarakan aspirasi rakyat, peran mereka hanya berhenti pada ranah formal. Karena dalam sistem sekuler, pembuat kebijakan dipisahkan dari pelaksana. Alhasil, janji dan aspirasi tidak jarang berujung pada kekecewaan publik.
Sebaliknya, dalam Islam, keamanan bukan hanya kewajiban moral, tetapi bagian dari tanggung jawab syar’i negara.
Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), negara wajib menjaga jiwa, harta, dan kehormatan setiap individu, tanpa diskriminasi dan tanpa harus menunggu laporan viral. Hukum ditegakkan secara cepat dan tegas. Tidak ada ruang bagi pelaku kejahatan untuk bersembunyi di balik celah hukum atau pengaruh kekuasaan. Aparat tidak bekerja berdasarkan tekanan, melainkan amanah syariat yang jelas. Sistem ini tidak membiarkan satu nyawa pun merasa terancam di tengah masyarakat.
Selama sistem sekuler masih dijadikan dasar dalam bernegara, rakyat akan terus menjadi korban dari ketidakadilan yang berulang. Upaya personal, seperti laporan ke kepolisian, hanyalah bentuk perlawanan individu dalam sistem yang sudah rapuh. Kita butuh perubahan sistemik, bukan sekadar pergantian figur. Solusi sejati hanya akan lahir dari sistem yang dibangun berdasarkan wahyu, bukan dari hasil kompromi kepentingan politik. Islam, dengan seluruh sistem hidupnya, hadir bukan hanya sekadar untuk mengurusi masalah ibadah, tetapi juga menjamin keamanan dan keadilan sosial secara kafah.
Sebagaimana Allah Swt. menegaskan dalam firman-Nya: “Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 32).
Maka tidak heran jika hari ini teror bisa menyasar siapa pun, bahkan mereka yang menduduki kursi kekuasaan, itu artinya sistem telah kehilangan fungsinya sebagai pelindung rakyat. Demokrasi sekuler bukan jawaban atas keresahan, tetapi bagian dari masalah itu sendiri. Rakyat hanya dijanjikan perlindungan, tetapi dibiarkan hidup dalam kecemasan.
Kini saatnya umat membuka mata lebar-lebar, menyadari bahwa tambal sulam kebijakan bukan solusi. Kita butuh perubahan mendasar, bukan sekadar prosedur, melainkan sistem yang tegak di atas wahyu. Untuk itu, hanya Islam-lah yang mampu menghadirkan kepemimpinan yang adil, amanah, dan mampu menjaga seluruh umat. Inilah saatnya umat bergerak, mencampakkan sistem rusak ini dan memperjuangkan tegaknya syariat Islam secara kafah, demi hadirnya keadilan dan keamanan yang hakiki.
Wallahualam bissawab