google.com, pub-7586912727531913, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Mahasiswa Al-Azhar Medan Lakukan Demonstrasi, Gambaran Pendidikan Yang Harus Diganti!

Advertisement

Mahasiswa Al-Azhar Medan Lakukan Demonstrasi, Gambaran Pendidikan Yang Harus Diganti!

Dyan Putra
29 Juli 2025

Penulis: Indri Nur Adha (Aktivis Muslimah)

Mahasiswa Al-Azhar melakukan melakukan demonstrasi. (Foto: delitimes.id)
Kulihat berita unjuk rasa dan demonstrasi di Perguruan Tinggi. Akibat tenaga pendidik yang merendahkan eksistensi organisasi, Mau dibawa kemana pendidikan di negeri ini, kalau orang-orang yang ada didalamnya tak punya ruh yang Islami.


Begitulah gambaran yang terjadi di sektor pendidikan kita saat ini, kisruh yang terjadi di Perguruan Tinggi naik lagi belakangan ini. Senin 21 Juli 2025 suasana pagi hari di halaman Universitas Al-Azhar Medan memanas, saat puluhan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Peduli Kampus (AMPK) menggelar demonstrasi di depan Gedung Rektorat.


Mereka menuntut dosen Fakultas Hukum, Jarnawi Syahputra, untuk meminta maaf secara terbuka atas pernyataannya yang dianggap merendahkan mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan. Dengan membawa spanduk bertuliskan “Hidup Mahasiswa!”, “Lawan Pembungkaman Hak Mahasiswa!”, para peserta aksi bergantian berorasi dan menyebut pernyataan Jarnawi mencederai martabat mahasiswa serta iklim akademik.


AMPK menyampaikan tiga tuntutan utama: (1) permintaan maaf terbuka dari Jarnawi Syahputra, (2) sanksi tegas dari Rektor Dr. Ir. Mawardi, S.T., M.T., sesuai kode etik dosen, dan (3) evaluasi kinerja pimpinan kampus oleh Ketua Yayasan Hajjah Rachmah Nasution, Ir. Riza Novida.


Mereka memberi waktu kepada pihak kampus untuk merespons. Jika tidak, AMPK berjanji akan melanjutkan aksi dengan skala lebih besar, bahkan melibatkan pihak luar. Hingga saat ini, rektorat belum memberikan tanggapan resmi. Aksi berjalan tertib dengan pengawasan keamanan kampus (delitimes.id, 27/07/2025).


Lingkungan kampus harusnya steril dari kegiatan unjuk rasa atau pun demonstrasi seperti ini, karena di dalamnya diisi oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi, harusnya mereka yang di sana mencerminkan perilaku teladan yang menjadi contoh untuk bisa ditiru oleh masyarakat luar. Baik dari sisi pengajarnya atau pun mahasiswanya. Tapi mirisnya berita sekarang ini menampilkan wajah asli keadaan Perguruan Tinggi yang ada di negeri ini.


Kejadian seperti ini juga kerap terjadi di Universitas Jabal Ghafur (Unigha), ratusan mahasiswa pada Jum'at 16 Mei 2025 melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung Rektorat. Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 09.00 hingga 18.30 WIB ini diawali dengan berkumpul di Lapangan Kampus, kemudian dilanjutkan dengan long march menuju area birokrasi. Dalam aksinya, mahasiswa menyatakan penolakan terhadap sejumlah kebijakan kampus serta menyoroti dugaan penyimpangan, termasuk perubahan statuta, kurangnya transparansi anggaran, dan indikasi korupsi terkait beasiswa (liputangampongnews.id, 17/05/2025).


Aksi mahasiswa ini mencerminkan krisis hubungan antara tenaga pendidik dan peserta didik, serta lemahnya kontrol institusi terhadap etika akademik. Kecenderungan pihak kampus yang pasif dalam merespons dugaan pelanggaran etika mencerminkan budaya feodalistik yang masih mengakar, di mana jabatan struktural lebih dilindungi daripada martabat mahasiswa.


Di balik persoalan ini, tampak ada pengaruh sistem sekuler dalam pengelolaan lembaga pendidikan tinggi. Sekularisme menjauhkan fungsi pendidikan dari peran pembentukan akhlak dan ruh tanggung jawab. Akibatnya, relasi akademik direduksi menjadi hubungan administratif semata, bukan hubungan pembinaan.


Penerapan sekulerisme inilah yang menjadi sumber permasalahan yang kian terjadi hampir di semua sektor pendidikan, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sekulerisme, yaitu sistem yang memisahkan Agama dari kehidupan, akan menciptakan kebijakan yang berorientasi hanya pada materi atau hasil sehingga mengabaikan peran yang Allah Swt. beri.


Protes yang dilakukan mahasiswa menunjukkan adanya penyimpangan yang dilakukan dari tenaga pengajar maupun administrasi Perguruan Tinggi yang merugikan mahasiswanya. Kurangnya respon dari pihak Perguruan Tinggi menunjukkan abainya mereka terhadap kritik yang diterima.


Pihak terkait harusnya bersikap kooperatif dalam menerima kritik dan protes. Tenaga pendidik harusnya mawas diri terhadap kesalahan yang diperbuat dan pihak kampus harusnya mengkaji ulang terkait kebijakan yang berlaku. Tapi hal ini sulit untuk direalisasikan karena sistem yang sudah terlanjur mengikat pendidikan sekarang ini.


Maka bagaimana nasib pendidikan kita kedepan nanti? Jika ingin terlepas dari ikatan sekulerisme, maka jalan satu-satunya adalah menggantinya dengan Sitem Islam. Untuk menangani masalah pendidikan sampai ke akar permasalahannya maka kita harus menggunakan Sitem pendidikan yang berasal dari Islam.


Di dalam Islam pendidikan akan diatur berdasarkan syariat Allah. Tujuan dari pendidikan itu sendiri adalah menciptakan manusia yang bertakwa kepada Allah. Administrasi yang ada di Perguruan Tinggi hanyalah sekadar untuk merapikan pendataan bukan untuk membuat mahasiswa kesulitan, baiya pendidikan juga akan ditanggung oleh negara, maka bisa dipastikan tidak ada lagi protes untuk meminta pengurangan UKT.


Tenaga pendidik juga akan mencontohkan akhlak baik yang mencerminkan kepribadian Islam dalam dirinya. Sehingga bisa menjadi teladan bagi mahasiswa, bukan sosok yang malah membuat gaduh dan meninggalkan kesan yang buruk. Ini semua bisa terlaksana bila adanya negara yang menerapkan Islam di segala aspek kehidupan.


Pada masa kejayaan Islam (sekitar abad ke-8 hingga ke-13), universitas dan lembaga pendidikan tinggi tumbuh sebagai bagian dari implementasi sistem Islam yang mengatur ilmu, masyarakat, dan pemerintahan. Contohnya Al-Qarawiyyin (Maroko, 859 M), mengajarkan fikih, matematika, astronomi, kedokteran. Al-Azhar (Mesir, 970 M), menjadi pusat keilmuan dunia Islam, melahirkan banyak ulama besar.


Pendidikan tidak hanya bertujuan menyiapkan ahli sains, tetapi juga memastikan ilmu digunakan sesuai hukum Islam. Ilmu Agama dan sains tidak dipisahkan. Sains dianggap bagian dari ibadah karena membantu memahami ciptaan Allah. Lulusan tidak hanya mencari pekerjaan, tetapi diarahkan untuk melayani umat dan memajukan peradaban sesuai nilai Islam.


Maka perlunya kita memperjuangkan agar Sitem Islam diterapkan di seluruh penjuru dunia. Sehingga bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi dibidang pendidikan seperti yang banyak diberitakan. Agar layak orang yang diberi Ilmu oleh Allah diangkat derajatnya seperti yang ada pada ayat Al-Qur'an berikut,


“... Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

(TQS. Al-Mujadilah [58]: 11)

Wallahualam bissawab.