ANTARAsatu.com | JAKARTA - Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan menolak seluruh keberatan yang diajukan Google LLC terhadap sanksi dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Putusan itu dibacakan dalam sidang e-litigasi terbuka yang digelar Rabu, 19 Juni 2025.
Putusan ini menjadi babak akhir dari sengketa hukum yang bermula dari temuan KPPU atas penerapan sistem pembayaran Google Play Billing System (GPB System). Dalam sistem tersebut, Google mewajibkan pengembang aplikasi yang mendistribusikan produk digital melalui Google Play Store untuk memakai sistem pembayaran milik mereka sendiri.
"Kami menyambut baik putusan ini karena menunjukkan keseriusan negara dalam menegakkan prinsip persaingan usaha yang sehat," ujar Juru Bicara KPPU Deswin Nur, dalam keterangan tertulis yang diterima Sabtu (21/6).
Putusan pengadilan menguatkan hasil sidang KPPU pada Januari lalu yang menyatakan Google LLC terbukti melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Google dianggap melakukan praktik monopoli (Pasal 17) serta menyalahgunakan posisi dominan (Pasal 25 ayat 1 huruf b).
Kewajiban penggunaan GPB System terbukti membatasi pengembang aplikasi untuk memilih sistem pembayaran lain yang lebih efisien. Apabila pengembang tidak patuh, aplikasinya akan dihapus dari Google Play Store, sehingga menciptakan tekanan pasar yang tidak wajar.
KPPU mencatat Google mengenakan biaya layanan antara 15% hingga 30% dari transaksi yang terjadi di platformnya. Kebijakan tersebut dinilai tidak hanya menekan marjin keuntungan pengembang, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekosistem digital nasional.
Berdasarkan hasil penyelidikan yang dimulai sejak 28 Juni 2024, KPPU memutuskan menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp202,5 miliar kepada Google LLC. Lembaga tersebut juga memerintahkan penghentian kewajiban penggunaan GPB System serta pemberlakuan program User Choice Billing (UCB).
Melalui UCB, pengembang aplikasi diberi kebebasan memilih sistem pembayaran dan mendapatkan potongan service fee minimal 5% selama satu tahun. Langkah ini diharapkan membuka ruang persaingan lebih adil di pasar digital Indonesia.
Google sempat mengajukan keberatan atas putusan KPPU melalui surat tertanggal 7 Februari 2025. Namun, dalam sidang keberatan yang teregistrasi sebagai Perkara No. 1/Pdt.Sus-KPPU/2025/PN.Jkt.Pst, hakim menolak seluruh permohonan tersebut.
Sidang pembacaan putusan berlangsung terbuka dan dilakukan secara elektronik, memperkuat legitimasi keputusan yang kini berkekuatan hukum tetap. Para pemangku kepentingan di sektor digital pun diminta menyesuaikan praktik usahanya dengan keputusan ini.
Deswin Nur menambahkan, KPPU akan terus memantau implementasi putusan tersebut dan memastikan Google benar-benar memberi kebebasan bagi pengembang untuk memilih skema pembayaran. “Kami tidak hanya berhenti di putusan, tapi juga memastikan pelaksanaannya,” ujarnya.