Suasana luar kilang beras PT Bintang Terang Lestari Abadi (BTLA) di Kawasan Industri Medan 2, saat sidak tim gabungan berlangsung, Senin (21/7).
ANTARAsatu.com | MEDAN - Tim gabungan terpaksa pulang dengan tangan hampa usai memeriksa kilang beras PT Bintang Terang Lestari Abadi (BTLA) di Kawasan Industri Medan 2. Sidak yang dilakukan Senin (21/7) itu tidak menemukan sebutir pun beras di lokasi.
Tim dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Medan memimpin inspeksi mendadak bersama Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Sumut, serta Bulog Wilayah Sumut. Sidak digelar menyusul temuan dugaan pengoplosan beras premium oleh Kementerian Pertanian sepekan sebelumnya.
"Kita ingin melihat sampel berasnya, ternyata saat ini sedang tidak ada sampelnya," kata Kepala KPPU Kanwil I Meda Ridho Pamungkas.
Menurut Ridho, manajemen kilang PT BTLA mengklaim sedang tidak berproduksi sejak Juni 2025. Hanya itu yang menjadi alasan utama mereka mengenai tidak adanya produk beras premium di kilang.
PT Bintang Terang Lestari Abadi termasuk dalam 10 perusahaan yang terindikasi memproduksi beras premium bermasalah. Produk mereka diduga tidak sesuai standar mutu.
Dugaan mencakup pengurangan volume, kualitas buruk, hingga label yang menyesatkan. Merek-merek beras tersebut adalah Elephas Maximus dan Slyp Hummer.
Menurut Ridho, manajemen kilang telah mengetahui bahwa mereka masuk daftar "hitam" produsen beras premium.
Namun Ridho memastikan pihaknya akan segera mencari produk beras premium produksi kilang PT BTLA yang beredar di pasaran. Dan produk-produk tersebut akan dijadikan sampel bagi KPPU dan instansi-instansi terkait lain untuk melakukan pemeriksaan.
Saat sidak berlangsung di kilang PT BTLA, manajemen kilang hanya mengizinkan tiga orang perwakilan dari masing-masing instansi masuk ke dalam area kilang. Para jurnalis yang sedari awal mengikuti proses sidak tidak diperbolehkan masuk, tanpa alasan yang jelas.
Sidak ke PT BTLA dilakukan usai pemeriksaan terhadap kilang milik PT Usdama Damai Sejahtera di kawasan Tembung, Kota Medan. Di lokasi pertama ini, sidak dimulai pukul 10.00 WIB dan berakhir sekitar 10.54 WIB.
Ridho Pamungkas mengatakan, sidak dilakukan untuk memastikan kondisi kilang setelah adanya pengumuman 212 merek beras yang diduga oplosan oleh Kementan. Dari Sumatera Utara, sejumlah merek masuk dalam daftar tersebut.
"Kemarin dilansir ada beberapa (kilang) di Sumatra Utara. Itu yang mau kita pastikan," ujarnya.
Di kilang milik PT UDS, tim tidak menemukan pelanggaran dalam produksi beras premium. Bahkan, mereka menerima keluhan dari pengelola kilang soal tidak adanya pasokan gabah dari wilayah Sumut.
Hendra, penanggung jawab kilang beras PT UDS, mengaku mereka sudah tidak mendapat pasokan lokal sejak April 2025. Sebagai gantinya, pasokan didatangkan dari Jawa dan Sulawesi.
Kilang berkapasitas 50 ton per hari itu kini hanya memeroduksi tiga merek beras premium. Produk dikemas 10 kilogram dengan harga Rp15.200 per kilogram.
Karena pasokan makin mahal, kilang ini juga membatasi produksi beras medium. Mereka sulit mendapat margin yang layak dengan ketentuan harga eceran tertinggi saat ini.
Ridho menambahkan, kenaikan harga beras juga didorong oleh tingginya biaya bahan baku. Harga minimal gabah kini mencapai Rp6.500 per kilogram dan bahkan di beberapa daerah sudah menembus Rp8.000 per kilogram.
Kondisi ini menekan operasional kilang dan berdampak pada harga beras di pasaran. Ridho menegaskan pihaknya masih akan terus menelusuri dugaan praktik curang oleh produsen beras.
