Ilustrasi.
ANTARAsatu.com | MEDAN - Harga emas dunia kembali mencetak rekor tertinggi baru di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global dan spekulasi pasar terkait arah kebijakan suku bunga. Pada perdagangan Senin (22/12), harga emas dunia tercatat menguat di level US$4.411 per ons troy atau setara sekitar Rp2,4 juta per gram.
Ekonom Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Gunawan Benjamin menilai, kenaikan harga emas dipicu oleh situasi global yang semakin tidak menentu. Risiko perang yang meluas di kawasan Eropa, memanasnya tensi di Laut China Selatan, serta konflik yang kian berkecamuk antara Kamboja dan Thailand menjadi faktor utama yang mendorong minat investor terhadap aset aman seperti emas.
"Kondisi geopolitik yang memburuk tersebut diperkuat oleh spekulasi pasar terkait peluang pemangkasan suku bunga acuan ke depan," ungkapnya, di Medan, Senin (22/12).
Kombinasi ketidakpastian global dan ekspektasi kebijakan moneter tersebut memberikan ruang bagi emas untuk melanjutkan tren kenaikan harga. Di sisi lain, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mampu bertahan di zona hijau dengan mengikuti pergerakan bursa saham Asia.
Pada perdagangan hari ini, IHSG ditutup menguat 0,42% ke level 8.645,844, meski nilai tukar rupiah justru melemah. Rupiah pada penutupan perdagangan tercatat melemah ke level Rp16.765 per dolar AS.
Selama sesi perdagangan berlangsung, IHSG bergerak dalam rentang 8.609 hingga 8.648. Penguatan IHSG ditopang oleh sejumlah saham berkapitalisasi besar, di antaranya BUMI, ANTM, TLKM, INCO, dan TINS.
Gunawan menyebutkan, sentimen penguatan IHSG masih didominasi oleh kinerja positif bursa saham Asia di tengah minimnya sentimen ekonomi domestik. Selain itu, jadwal perdagangan yang relatif pendek dalam sepekan ke depan turut memengaruhi dinamika pasar saham.
Kondisi tersebut membuat pergerakan pasar cenderung mengikuti sentimen regional dan global. Gunawan menambahkan, meski pasar saham masih menunjukkan penguatan terbatas, emas tetap menjadi instrumen yang paling diuntungkan dalam situasi global saat ini.
"Ketidakpastian geopolitik yang berlarut-larut akan terus menjaga daya tarik emas sebagai aset lindung nilai di tengah volatilitas pasar keuangan," pungkasnya.
