google.com, pub-7586912727531913, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Picu Banjir Bandang, KLH Bidik 8 Perusahaan di Sumut dengan Hukuman Pidana

Advertisement

Picu Banjir Bandang, KLH Bidik 8 Perusahaan di Sumut dengan Hukuman Pidana

23 Desember 2025

 

Kondisi daerah aliran sungai Sigotom di Kecamatan Tukka, Tapanuli Tengah, Sumut, pascabanjir bandang.


ANTARAsatu.com | JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup membidik delapan perusahaan di Sumatra Utara yang diduga memicu banjir bandang dengan ancaman penegakan hukum pidana. Sanksi administratif berupa paksaan pemerintah untuk menghentikan kegiatan sudah dijatuhkan setelah pemeriksaan aktivitas perusahaan di sekitar daerah aliran sungai Batang Toru.


Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, seluruh perusahaan tersebut telah dilarang beroperasi dan diwajibkan menjalani audit lingkungan.


"Kepada semuanya telah kita berikan sanksi administrasi paksaan pemerintah untuk menghentikan kegiatan dan dilakukan audit lingkungan," katanya di Jakarta, Selasa (23/12).


Delapan perusahaan yang dikenai sanksi adalah:


1. PT Agincourt Resources.

2. PT Toba Pulp Lestari.

3. Sarulla Operations Ltd.

4. PT Sumatera Pembangkit Mandiri.

5. PT Teluk Nauli.

6. PT North Sumatera Hydro Energy.

7. PT Multi Sibolga Timber.

8. PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Batang Toru.


Nama-nama tersebut diperoleh dari hasil penelusuran Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terhadap perusahaan yang beraktivitas di kawasan hulu dan sekitar DAS Batang Toru.


Hanif menjelaskan, sanksi administratif yang dijatuhkan bukan akhir dari proses penegakan hukum. Setelah audit lingkungan dilakukan oleh tim pakar, pemerintah akan menentukan langkah lanjutan melalui tiga opsi penegakan hukum.


Tiga opsi tersebut meliputi penguatan sanksi administratif paksaan pemerintah, pengajuan gugatan perdata, hingga penegakan hukum pidana. Menurut Hanif, pidana akan ditempuh jika ditemukan hubungan kausalitas yang kuat antara aktivitas perusahaan dan dampak lingkungan yang menimbulkan korban jiwa.


"Jadi pengenaan pidana tentu kita maklumi harus kita ambil pada saat kegiatan ini mempunyai pengaruh kausalitas yang kemudian menimbulkan korban jiwa. Ini memang akan kita dekati dengan pidana," terangnya.


Namun dia menegaskan, penindakan terhadap kedelapan perusahaan tersebut bukanlah garis finis penegakan hukum kasus kerusakan lingkungan di Pulau Sumatra. Tim KLH saat ini sudah bergerak ke Sumatra Barat untuk melakukan verifikasi lapangan terhadap sejumlah aktivitas usaha.


Hanif menyebut, di Sumbar terdapat kegiatan pabrik semen, pertambangan, perumahan, dan perkebunan kelapa sawit yang perlu diverifikasi untuk melihat potensi kontribusinya terhadap bencana lingkungan. Proses verifikasi tersebut saat ini masih berjalan.


Sementara itu, wilayah Aceh disebut sebagai daerah terdampak paling luas dengan cakupan bencana mencapai sekitar 4,9 juta hektare. Menurut Hanif, audit lingkungan di Aceh membutuhkan waktu lebih lama karena kompleksitas wilayah dan luasnya area terdampak.


Untuk mempercepat proses tersebut KLH akan melibatkan para pakar, dosen, dan guru besar dari berbagai universitas melalui riset bersama. Pelibatan akademisi diharapkan dapat mengakselerasi audit lingkungan secara komprehensif dan berbasis ilmiah.


"Harapannya tadi tiga bulan selesai, kemudian langkah-langkah berikutnya akan kita sesuaikan," pungkasnya.