![]() |
| Juru bicara KPK Budi Prasetyo |
Selain Topan, dua pejabat lain yang turut menjadi tersangka, yakni eks Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK), Rasuli Efendi Siregar (RAS) dan PPK Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut, Heliyanto (HEL) juga telah selesai penyidikannya.
Ketiganya merupakan tersangka penerima suap dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di lingkungan PUPR Provinsi Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut.
“Kemarin sudah tahap dua, yaitu pelimpahan dari penyidik KPK ke penuntut untuk para tersangka dan barang bukti. Artinya, penyidikan perkara ini berprogres sangat baik karena pihak pemberi juga sudah dalam tahap persidangan. Jadi, ini menyangkut pihak-pihak penerimanya,” ujar Budi di Jakarta, Sabtu (25/10/2025).
Sementara itu, dua pihak swasta sebagai pemberi suap dalam kasus ini, yakni Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi, dan Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang telah berstatus terdakwa dan tengah menjalani persidangan di pengadilan.
“Harapannya, proses persidangan terhadap seluruh pihak dapat berjalan lancar. KPK akan mencermati fakta-fakta di persidangan untuk analisis dan pengembangan lebih lanjut,” ujar Budi menambahkan.
Diketahui, dalam proses penyidikan, KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi di Sumatera Utara, termasuk rumah milik Topan Obaja Putra Ginting di Medan pada Rabu (2/7/2025) lalu.
Dari penggeledahan tersebut, tim penyidik menemukan dua senjata api serta tumpukan uang tunai sebesar Rp 2,8 miliar. Barang-barang tersebut kini disita sebagai barang bukti dalam perkara.
KPK menduga, Topan Obaja Putra Ginting bersama Rasuli Efendi Siregar dan Heliyanto menerima suap terkait dua proyek besar, yaitu pembangunan Jalan Sipiongot-Batas Labuhanbatu Selatan senilai Rp 96 miliar, dan pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar, dengan total keseluruhan nilai proyek mencapai Rp 231,8 miliar.
Dalam penyidikan KPK juga menemukan indikasi Topan mengatur penunjukan perusahaan swasta untuk pemenang lelang agar memperoleh keuntungan ekonomi dari proyek pembangunan dan preservasi jalan tersebut.
“Topan diduga menerima janji fee sebesar Rp 8 miliar dari pihak swasta yang memenangkan proyek senilai Rp 231,8 miliar itu. Sebagian uang, sekitar Rp 2 miliar telah ditarik oleh pihak pemberi untuk dibagikan kepada sejumlah pejabat,” ungkap Budi.
KPK menegaskan akan terus mengembangkan perkara ini dengan menelusuri aliran dana dan keterlibatan pihak lain yang mungkin terlibat dalam praktik korupsi di lingkungan Dinas PUPR Sumut.

.jpeg)