Ilustrasi.
ANTARAsatu.com | MEDAN - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat 0,51% ke level 8.700,924 pada perdagangan Rabu (10/12). IHSG menguat meski mayoritas bursa Asia terkoreksi dipicu deflasi China.
IHSG bergerak di rentang 8.668–8.720 dan mendapat dorongan dari emiten-emiten besar seperti BUMI, BRPT, BMRI, TLKM, hingga ENRG. Ekonom UISU Gunawan Benjamin mengatakan, ketahanan IHSG tidak lepas dari rilis data penjualan ritel domestik bulan Oktober yang naik menjadi 4,3% secara tahunan.
"Data ritel ini menjadi salah satu penyelamat IHSG di tengah tekanan eksternal," ujarnya di Medan.
Tekanan pada bursa Asia dipicu data inflasi China yang justru menunjukkan deflasi 0,1% secara bulanan pada November. Deflasi juga muncul pada inflasi produsen yang turun 2,2% secara tahunan, menambah tekanan sentimen di kawasan.
Di sisi lain, kinerja IHSG tetap positif meski Rupiah melemah ke level Rp16.680 per dolar AS. Benjamin menilai kombinasi tekanan eksternal dan data ritel domestik membuat pergerakan pasar menjadi lebih berimbang.
Untuk perdagangan besok, IHSG dan Rupiah diperkirakannya bergerak lebih sensitif setelah keputusan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed). Harga emas yang bergerak stabil di level US$4.195 per ons troy atau sekitar Rp2,26 juta per gram juga berpotensi volatil mengikuti arah kebijakan The Fed.
