Ilustrasi.
ANTARAsatu.com | MEDAN - Harga emas dunia kembali mencatat lonjakan signifikan setelah menembus level psikologis US$4.300 per ons troy dan diperdagangkan di kisaran US$4.317, Jumat (12/12). Lonjakan harga tersebut membuat emas berpeluang mencetak rekor baru menjelang penutupan tahun, seiring meningkatnya minat investor terhadap aset safe haven.
Di pasar domestik, harga emas setara berada di level Rp2,32 juta per gram, mengikuti reli harga global. Menurut Ekonom UISU Gunawan Benjamin, tren penguatan ini mengindikasikan pasar masih memburu instrumen lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Kondisi tersebut terjadi di tengah pergerakan positif pasar saham. IHSG ditutup menguat 0,46% ke level 8.660,49, usai sempat melemah hingga 8.585 pada sesi perdagangan sebelumnya. Sejumlah saham seperti BUMI, BRMS, ANTM, BBRI, dan BRPT masuk daftar penopang penguatan indeks.
Gunawan menilai rebound IHSG juga sejalan dengan penguatan mayoritas bursa Asia yang berbalik arah dari zona merah pada sesi pagi.
"Ada kombinasi perbaikan sentimen regional dan meningkatnya risk appetite menjelang akhir tahun," ujarnya di Medan.
Sentimen positif lain datang dari pergerakan rupiah yang bergerak stabil di rentang Rp16.625–Rp16.645 dan ditutup pada Rp16.635 per dolar AS. Mata uang Garuda masih ditopang oleh pemangkasan suku bunga acuan The Fed sebelumnya, sehingga relatif aman dari tekanan eksternal.
Gunawan menyebut The Fed belum memberi sinyal jelas mengenai potensi penurunan bunga lanjutan pada 2026. Karena itu pelemahan data ekonomi AS serta dinamika politik domestik Negeri Paman Sam masih menyisakan ruang spekulasi pasar terkait peluang pemangkasan suku bunga berikutnya.
Dengan penguatan di dua instrumen sekaligus, emas dan IHSG, pasar dinilai masih memiliki momentum menjelang tutup tahun. Meskipun Gunawan menilai target puncak kenaikan kemungkinan sulit dicapai.
"Namun sisa hari perdagangan menjelang akhir tahun tetap menyimpan peluang bagi IHSG dan rupiah untuk mencetak rekor baru," katanya.
