Gardu listrik program Lisdes (kanan) di Dusun 3, Desa Tomuan Holbung, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Asahan, Sumut.
ANTARAsatu.com | MEDAN - Lembaga Republik Corruption Watch (RCW) menemukan dugaan penyimpangan program Listrik Desa di Kabupaten Simalungun, Sumut. Penyimpangan itu diwarnai dengan aliran dana lebih dari Rp1 miliar dari CV Anugerah Jaya untuk pemasangan jaringan Listrik Desa di Huta III Silau Bosar, Nagori Bosar Nauli, Kecamatan Hatonduhan.
Dana itu digunakan oleh perusahaan sawit tersebut untuk membiayai pemasangan jaringan mulai dari titik sambung menuju rumah-rumah karyawan dan veron lahan sawit. RCW sudah melaporkan temuan-temuannya ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara karena menilai pemasangan jaringan listrik di wilayah tersebut sarat kejanggalan.
"Kita berharap penyidik mampu mengungkap kasus dugaan korupsi di PLN ini," ungkap Ketua Bidang Analisa Data dan Pelaporan RCW, Sunaryo, di Medan, Jumat (21/11).
Kejanggalan utama, menurut RCW, terletak pada lokasi pemasangan yang berada di area kebun sawit milik CV Anugerah Jaya. Bukan di kawasan permukiman rumah tangga sasaran (RTS) kurang mampu sebagaimana konsep Listrik Desa (Lisdes).
Organisasi tersebut pernah mengirim surat permintaan klarifikasi ke PLN Unit Induk Distribusi Wilayah Sumatera Utara pada 20 Oktober 2025. Namun surat itu tidak memperoleh tanggapan.
Keterangan serupa datang dari mantan Pangulu Bosar Nauli periode 2016–2022, Suriaten AMK, bersama Sekretaris Desa, Tukiman. Mereka menegaskan tidak pernah mengajukan proposal program Lisdes kepada PLN.
Dalam surat pernyataan tertanggal 15 Januari 2024, keduanya menyebut hanya pernah mengajukan permohonan pemasangan listrik untuk pondok anggota kerja sebanyak 10 KK pada 31 Januari 2022. Keduanya menegaskan permohonan itu untuk jaringan listrik biasa, bukan Lisdes.
Dalam pernyataan yang sama, keduanya menyatakan, jika di kemudian hari ditemukan data bahwa permohonan tersebut dicatat sebagai Lisdes, mereka tidak bertanggung jawab dan menyerahkan proses selanjutnya kepada penegak hukum.
Sunaryo juga menyebut adanya temuan lain yang memperkuat dugaan penyimpangan tersebut. Di antaranya, penggunaan tiang listrik yang tidak sesuai spesifikasi teknis.
Tiang yang seharusnya berbahan beton diganti dengan besi bulat di sejumlah lokasi. Beberapa di antaranya berdiri di atas lahan pribadi milik keluarga Hutabarat dan Herlina Sirait, dengan kesepakatan ganti rugi masing-masing Rp30 juta dan Rp35 juta yang juga belum dilunasi oleh PLN atau CV Anugerah Jaya.
Warga pun memprotes pemasangan tiang yang dinilai tidak mengikuti kesepakatan awal. Jarak tiang dipasang 10–15 meter dari batas lahan, bukan tiga meter sebagaimana dibicarakan pertama kali. Bahkan pemasangannya dilakukan di lahan pribadi, bukan di tanah negara seperti pola umum pelaksanaan Lisdes.
Temuan-temuan itu, kata RCW, memperkuat dugaan bahwa program Lisdes di wilayah tersebut diarahkan untuk kepentingan perusahaan sawit. Padahal program itu semestinya diberikan secara cuma-cuma kepada RTS kurang mampu.
Mekanisme resminya wajib melalui verifikasi data TNP2K, survei kelayakan lapangan, hingga sosialisasi kepada calon penerima manfaat. RCW juga menegaskan bahwa program ini tidak boleh dipungut biaya dalam bentuk apa pun.
