ANTARAsatu.com | JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan menjatuhkan sanksi denda kepada dua pihak yang terlibat dalam persekongkolan tender pengadaan air bersih di Lombok Utara. Denda total mencapai Rp12 miliar dijatuhkan kepada Perumda Air Minum Amerta Dayan Gunung dan PT Tiara Cipta Nirwana.
Putusan dibacakan dalam sidang yang digelar di Kantor Pusat KPPU, Jakarta, Senin (30/6). Perkara ini teregistrasi dalam nomor 11/KPPU-L/2024 dan mencuat dari laporan masyarakat.
Dugaan persekongkolan bermula dari proses tender pengadaan Badan Usaha Penyedia Air Bersih dengan teknologi SWRO pada 2017. Proyek tersebut berlangsung di lingkungan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Lombok Utara.
KPPU menemukan indikasi pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal tersebut mengatur larangan persekongkolan dalam proses tender barang dan jasa.
Terlapor dalam perkara ini terdiri atas dua entitas. Terlapor I adalah Perumda Air Minum Amerta Dayan Gunung yang dahulu bernama PDAM Kabupaten Lombok Utara.
Terlapor II adalah perusahaan swasta, PT Tiara Cipta Nirwana, yang menjadi rekanan dalam proyek tersebut. Keduanya terbukti melakukan persekongkolan untuk mengatur hasil tender.
Majelis Komisi menyatakan dua terlapor terbukti sah dan meyakinkan melanggar hukum. Dalam amar putusannya, KPPU menetapkan sanksi administratif berupa denda.
Perumda Air Minum Amerta Dayan Gunung dijatuhi denda sebesar Rp8 miliar. Dana tersebut wajib disetor ke kas negara sebagai pendapatan dari pelanggaran persaingan usaha.
PT Tiara Cipta Nirwana dikenai denda sebesar Rp4 miliar. Sama seperti Terlapor I, dana denda ini juga disetorkan melalui bank pemerintah dengan kode penerimaan 425812.
"Putusan ini menjadi peringatan keras bagi pelaku usaha dan penyelenggara negara agar tidak bermain dalam proses tender," ujar Deswin Nur, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU, seusai sidang.
Dalam penelusuran KPPU, kedua terlapor diketahui melakukan kolusi sejak awal penyusunan dokumen. Rencana kerja, penawaran, hingga penunjukan pemenang tender disusun secara bersama.
KPPU menilai tindakan ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan iklim persaingan usaha. Publik kehilangan peluang mendapatkan penyedia jasa yang kompetitif dan berkualitas.
Proses tender pada dasarnya dimaksudkan untuk menjamin efisiensi dan keadilan dalam pengadaan barang dan jasa publik. Namun praktik persekongkolan justru mencederai tujuan tersebut.
Kasus ini menjadi preseden penting dalam pengawasan sektor air bersih. Industri yang semestinya menjamin akses masyarakat terhadap layanan dasar justru tercoreng oleh kolusi.
KPPU mengimbau lembaga pemerintah dan BUMD agar menjaga integritas dalam proses pengadaan. Sistem pengadaan mesti transparan, akuntabel, dan tidak berpihak.
Pengawasan tender di sektor utilitas publik akan terus diperkuat. KPPU menyatakan akan menggandeng lembaga penegak hukum lain untuk mencegah praktik serupa terulang.
Publik juga diharapkan berperan dalam pengawasan. Laporan masyarakat tetap menjadi pintu awal penting dalam mengungkap praktik-praktik pelanggaran ini.