Ilustrasi.
ANTARAsatu.com | MEDAN - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,33% ke level 8.640,196 pada penutupan perdagangan Kamis (4/12) tanpa adanya katalis ekonomi yang jelas. Penguatan ini sejalan dengan tren mayoritas bursa saham Asia, ditopang oleh kinerja saham-saham blue chip seperti BBRI, BUMI, UNTR, ASII, dan BRPT.
IHSG bergerak dalam rentang sempit antara 8.606 dan 8.650 sepanjang sesi. Berbanding terbalik dengan saham, nilai tukar Rupiah justru tertekan, ditutup melemah di level Rp 16.640 per Dolar AS.
Mata uang nasional sempat menyentuh posisi terendah harian di kisaran Rp 16.655. Pergerakan Rupiah cenderung mendatar sepanjang hari karena pelaku pasar memilih sikap wait and see (menunggu dan melihat) di tengah minimnya sentimen ekonomi yang baru.
Harga emas dunia juga tercatat mengalami pelemahan signifikan, berada di kisaran US$ 4.190 per ons troy atau sekitar Rp 2,25 juta per gram. Pelemahan ini menandai koreksi teknikal setelah penguatan sebelumnya.
Menurut Gunawan Benjamin, Ekonom dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), ada dua faktor utama di balik dinamika pasar yang terpecah ini.
"Pelaku pasar di kedua sektor, baik valuta asing maupun komoditas, tampak lebih memilih cara aman sembari menunggu keputusan suku bunga acuan The Fed dan data initial jobless claims (klaim pengangguran) Amerika Serikat," jelasnya di Medan.
Benjamin menambahkan, data jobless claims yang akan dirilis memiliki pengaruh krusial. Data tersebut berpeluang menciptakan tekanan lebih lanjut pada harga emas jika hasilnya membaik, tetapi hal itu juga bisa memicu penguatan emas dan Rupiah jika justru memburuk.
"Kinerja pasar keuangan domestik secara relatif akan diuntungkan jika data ekonomi AS mengecewakan," pungkasnya.
